Oleh Nur Salim Ismail Mahasiswa PPs Ilmu Komunikasi Universitas Satria, Makassar
Di pundak merekalah, istilah mubalig pop disematkan. Di pundak mereka pula, pameo ustad juga manusia (baca: harap dimaklumi) terlahir. Bila para ulama dirindukan oleh jamaah, maka mubalig pop dirindukan oleh fans-nya
Kehadiran bulan suci Ramadan tidak saja menjadi ôgerbang besarö bagi terbukanya kesadaran spiritual umat Islam untuk kembali kepada kesejatian identitasnya sebagai makhluk fitrawi, namun juga di dalamnya memunculkan beragam aktivitas yang tak lazim ditemukan di luar bulan mulia ini. Salah satunya, adalah dengan fenomena tingginya intensitas umat Islam dalam menerima sajian rohani, yakni ceramah Islamiyah.
Hal ini, membuat serta merta para mubalig untuk segera menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat yang cukup padat tersebut. Jika sebelum bulan suci Ramadan, para mubalig hanya mengisi jadwal rutin berupa khutbah Jumat, dan sesekali mengisi ceramah takziyah serta beberapa peringatan hari-hari besar Islam, maka di bulan suci ini, para mubalig dituntut agar lebih intens lagi dengan mengisi ceramah pada setiap malam selama sebulan penuh. Lanjutkan membaca
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.